KONSEP DASAR MASA NIFAS
1. Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. (kapita selekta kedokteran jilid 1 : 336).
2. Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil (Sinopsis Obstetri Jilid I : 115).
3. Masa nifas (puerperium) yaitu di mulainnya setelah plasenta lahir dan berakhir ketika ala-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu. (YBS-PS : 122).
4. Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah melahirkan (Pusdiknakes, 2003:003).
B. Tahapan Masa Nifas
Adapun tahapan-tahapan masa nifas (post partum/puerperium) adalah :
1. Puerperium dini yaitu masa kepulihan, yakni saat-saat ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2. Puerperium intermedial yaitu masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genital, kira-kira antara 6-8 minggu.
3. Remot puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna teutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasai.
Sebagai catatab, waktu untuk sehat sempurna bias cepat bila kondisi sehat prima, atau bias juga berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan, bila ada gangguan-gangguan kesehatan lainnya.
C. Peran Dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Asuhan Masa Nifas
Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan post partum. Adapun peran dan tanggung jawab dalam masa nifas antara lain :
- Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas.
- Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.
- Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.
- Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan ibu dan anak dan mampu melakukan kegiatan administrasi.
- Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
- Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman.
- Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama priode nifas.
- Memberikan asuhan secara professional.
D. Kebijakan Progam Nasional Masa Nifas
Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit empat kali melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk :
1. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.
- Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.
3. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas.
- Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu nifas maupun bayinya.
Asuhan yang diberikan sewaktu melakukan kunjungan masa nifas:
Kunjungan | Waktu | Asuhan |
I | 6-8 jam post partum | Mencegah perdarahan masa nifas oleh karena atonia uteri. |
Mendeteksi dan perawatan penyebab lain perdarahan serta melakukan rujukan bila perdarahan berlanjut. | ||
Memberikan konseling pada ibu dan keluarga tentang cara mencegah perdarahan yang disebabkan atonia uteri. | ||
Pemberian ASI awal. | ||
Mengajarkan cara mempererat hubungan antara ibu dan bayi baru lahir. | ||
Menjaga bayi tetap sehat melalui pencegahan hipotermi. | ||
Setelah bidan melakukan pertolongan persalinan, maka bidan harus menjaga ibu dan bayi untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai keadaan ibu dan bayi baru lahir dalam keadaan baik. | ||
II | 6 hari post partum | Memastikan involusi uterus barjalan dengan normal, uterus berkontraksi dengan baik, tinggi fundus uteri di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal. |
Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi dan perdarahan. | ||
Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup. | ||
Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi dan cukup cairan. | ||
Memastikan ibu menyusui dengan baik dan benar serta tidak ada tanda-tanda kesulitan menyusui. | ||
Memberikan konseling tentang perawatan bayi baru lahir. | ||
III | 2 minggu post partum | Asuhan pada 2 minggu post partum sama dengan asuhan yang diberikan pada kunjungan 6 hari post partum. |
IV | 6 minggu post partum | Menanyakan penyulit-penyulit yang dialami ibu selama masa nifas. |
Memberikan konseling KB secara dini. |
E. Proses Laktasi Dan Menyusui
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Air susu ibu ini merupakan makanan pokok bagi bayi. Makanan yang terbaik bagi bayi, makanan yang bersifat alamiah, bagi tiap ibu yang melahirkan bayi akan tersedia makanan bagi bayinya dari ia sendiri. Bagi ibu yang menyusui akan terlalu dekat dengan anaknya, dan bagi si anak akan lebih merasa puas dalam pelukan ibunya, merasa tentram, aman, hangat, akan kasih syang, ibunya. Untuk menghadapi masa laktasi (menyusui) sejak dini kehamilan setelah terjadi perubahan-perubahan pada kelenjar mammae yaitu :
- Proliferasi jaringan pada kelenjar-kelanjar alvedi dan jaringan lemakbertambah
- Keluar cairan susu jolong dan ductus lactiferous disebut colostrum berwarna kuning / putih susu.
- Hipervaskularisasi pada permukaan dan bagian dalam, dimana vena-vena berdilatasi sehingga tampak jelas.
F. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
1. Perubahan Sistem Reproduksi
Perubahan alat-alat genital baik interna maupun eksterna kembali seperti semula seperti sebelum hamil disebut involusi. Bidan dapat membantu ibu untuk mengatasi dan memahami perubahan-perubahan seperti:
1) Involusi uterus.
Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil.
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
a) Iskemia Miometrium – Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
b) Atrofi jaringan – Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen saat pelepasan plasenta.
c) Autolysis – Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
d) Efek Oksitosin – Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.
Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil. Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum adalah sebagai berikut:
Involusi Uteri | Tinggi Fundus Uteri | Berat Uterus | Diameter Uterus |
Plasenta lahir | Setinggi pusat | 1000 gram | 12,5 cm |
7 hari (minggu 1) | Pertengahan pusat dan simpisis | 500 gram | 7,5 cm |
14 hari (minggu 2) | Tidak teraba | 350 gram | 5 cm |
6 minggu | Normal | 60 gram | 2,5 cm |
2. Involusi Tempat Plasenta
Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan cepat luka mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka. Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan lokia.
3. Perubahan Ligamen
Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan saat melahirkan, kembali seperti sedia kala. Perubahan ligamen yang dapat terjadi pasca melahirkan antara lain: ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi; ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.
4. Perubahan pada Serviks
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat dimasukan 2–3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk.
Oleh karena hiperpalpasi dan retraksi serviks, robekan serviks dapat sembuh. Namun demikian, selesai involusi, ostium eksternum tidak sama waktu sebelum hamil. Pada umumnya ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak dan robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya.
5. Lokia
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia.
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal.
Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada vagina normal.
Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia mengalami perubahan karena proses involusi. Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi lokia rubra, sanguilenta, serosa dan alba. Perbedaan masing-masing lokia dapat dilihat sebagai berikut:
Lokia | Waktu | Warna | Ciri-ciri |
Rubra | 1-3 hari | Merah kehitaman | Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah |
Sanguilenta | 3-7 hari | Putih bercampur merah | Sisa darah bercampur lendir |
Serosa | 7-14 hari | Kekuningan/ kecoklatan | Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta |
Alba | >14 hari | Putih | Mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut jaringan yang mati. |
Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Total jumlah rata-rata pengeluaran lokia sekitar 240 hingga 270 ml.
6. Perubahan Pada Vulva, Vagina dan Perineum
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.
7. Perubahan fisiologis masa nifas pada sistem pencernaan
Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan, antara lain :
1. Nafsu Makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3–4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu atau dua hari.
2. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
3. Pengosongan Usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:
1. Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.
2. Pemberian cairan yang cukup.
3. Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
4. Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau obat yang lain.
8. Perubahan sistem perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Kemungkinanan penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema agar kandung kemih sesudah bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung.
Urin dalam jumlah besar akan di hasilkan dalam 12-36 jam post partum. Kadar hormone estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “dieresis” ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam 6 minggu.
Dinding kandung kemih memperlibatkan odem dan hiperymia, kadang-kadangodem trigonum yang menimbulkan alostaksi dari uretra sehingga menjadi retensio urine. Kandung kemih dalam masa nifas menjadi kurang sensitive dan kapasitas bertambah sehingga setiap kali kencing masih tertinggal urine residual (normal kurang lebih 15 cc). dalam hal ini, sisa urine dan trauma pada kandung kemih sewaktu persalinan dapat menyebabkan infeksi.
9. Perubahan sistem hematologi
Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sebanyak 15.000 selama persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari pertama masa post partum. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik lagi sampai 25.000 hingga 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama.
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidarasi dari wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2 persen atau lebih tinggi daripada saat memasuki persalinan awal, maka pasien dianggap telah kehilangan darah yang cukup banyak. Titik 2 persen kurang lebih sama dengan kehilangan darah 500 ml darah.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 post partum dan akan normal dalam 4-5 minggu post partum. Jumlah kehilangan darah selama masa persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu pertama post partum berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml.
10. Perubahan sistem kardiovaskuler
Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk menampung aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah uteri. Penarikan kembali esterogen menyebabkan dieresis yang terjadi secara cepat sehingga mengurangi volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selam masa ini, ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urine. Hilangnya progesterone membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma masa persalinan. Pada persalinan vagina kehilangan darah sekitar 200-500 ml, sedangkan pada persalinan dengan SC, pengeluaran dua kali lipatnya. Perubahan terdiri dari volume darah dan kadar Hmt (Haematokrit).
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relative akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan beban pada jantung dan akan menimbulkan decompensatio cordis pada pasien dengan vitum cardio. Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan tumbuhnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sedia kala. Umumnya, ini akan terjadi pada 3-5 hari post partum.
11. Perubahan tanda vital
1. Suhu badan.
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat Celcius. Pasca melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5 derajat Celcius dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun kelelahan. Kurang lebih pada hari ke-4 post partum, suhu badan akan naik lagi. Hal ini diakibatkan ada pembentukan ASI, kemungkinan payudara membengkak, maupun kemungkinan infeksi pada endometrium, mastitis, traktus genetalis ataupun sistem lain. Apabila kenaikan suhu di atas 38 derajat celcius, waspada terhadap infeksi post partum.
2. Nadi.
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Pasca melahirkan, denyut nadi dapat menjadi bradikardi maupun lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100 kali per menit, harus waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan post partum.
3. Tekanan darah.
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90-120 mmHg dan diastolik 60-80 mmHg. Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada post partum merupakan tanda terjadinya pre eklamsia post partum. Namun demikian, hal tersebut sangat jarang terjadi.
4. Pernafasan.
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16-24 kali per menit. Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau normal. Hal ini dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok.
12. Perubahan sistem endokrin
1. Hormon placenta
Hormon placenta menurun dengan cepat setelah persalinan. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 post partum dan sebagai omset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.
2. Hormone pituitary
Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang tidak menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH akan meningkat pada fase konsentrasi folikuler( minggu ke-3) dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.
3. Hypotalamik pituitary ovarium
Lamanya seorang wanita mendapatkan menstruasi juga di pengaruhi oleh faktor menyusui. Sering kali menstruasi pertama ini bersifat anovulasi karena rendahnya kadar estrogen dan progesteron.
4. Kadar estrogen
Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogen yang bermakna sehingga aktifitas prolaktin yang juga sedang meningkat dapat mempengaruhi kelenjar mamae dalam menghasilkan ASI.
13. Perubahan sistem muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus. Pembuluh-pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan setelah placenta dilahirkan.
Ligament-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi retrofleksi karena ligamentum retundum menjadi kendor. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genitalia menjadi kendor. Stabilitasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minngu setelah persalinan.
Sebagai akibat putusnya serat-serat plastic kulit dan distensi yang belangsung lama akibat besarnya uterus pada waktu hamil, dinding abdomen masih agak lunak dan kendor untuk sementara waktu. Untuk memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genitalia, serta otot-otot dinding perut dan dasar panggul, di anjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu. Pada 2 hari post partum, sudah dapat fisioterapi.
REFERENSI
Saifudin, Abdul Bari Dkk, 2000, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, YayasanBidan Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Pusdiknakes, 2003. Asuhan Kebidanan Post Partum. Jakarta: Pusdiknakes.
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Suherni, 2008. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
Pusdiknakes, 2003. Asuhan Kebidanan Post Partum. Jakarta: Pusdiknakes.
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Suherni, 2008. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.
0 comments:
Post a Comment